SOMEAH HADE KA SEMAH

Luyu semu hade laku, someah hade kasemah, binangkit mupusti nagari. Jawa Barat mapag zaman, tandang ngolah kamajuan. Jadi mitra ibu kota, winangun nagari RI.

APA yang ada di benak anda, ketika anda mendengar kata “urang Sunda”? Apakah tergambar sebuah sosok manusia yang apabila bicara dan bersikap, serta gerak-gerik tubuhnya (bahasa tubuh) menyiratkan kehangatan dan rasa hormat. Ataukah citraan yang ada di benak anda justru sebaliknya, yang tergambar adalah sosok manusia yang berperangai kasar, kecut, bengis, mudah tersinggung, dan menutup diri.
Citra diri yang melekat pada masyarakat Sunda adalah sosok orang-orang Sunda yang ramah, rengkuh, mudah menerima kehadiran orang lain. Inilah gambaran dari sebuah masyarakat yang memiliki konsep budaya “someah hade ka semah”, ramah dan manis budi atau sifat akomodatif, apresiatif, dan toleran.
Konsep “someah hade kasemah” seperti di kemukakan oleh H R. Hidayat Surya Laga dalam sebuah makalahnya, mengandung beberapa gambaran atau penanda jati diri. Pertama, itikad yaitu keinginan untuk menghormati dan menghargai keberadaan orang lain yang tengah berada di lingkungan pribumi (Sunda). Kedua, rengkuh yaitu sikap dan gerak-gerik tubuh (bahasa tubuh) yang menandakan rasa silaturahmi dalam menerima kehadiran semah.
Ketiga, roman/pasemon yaitu keadaan raut muka yang menyiratkan kehangatan dan kebahagiaan. Selain ketiga penanda citra diri tersebut masih terdapat penanda lainnya yaitu, imut atau senyum yang tulus sebagai gambaran curahan perhatian, serta basa atau bahasa yang baik dan benar.
Terlepas dari penanda jati diri tersebut, apakah konsep budaya “someah hade kasemah” masih di pegang teguh oleh masyarakat Sunda? Dan apakah konsep budaya tersebut masih relevan untuk dipertahankan?
Untuk mengukur suatu budaya itu masih dipertahankan oleh masyarakatnya atau sudah ditinggalkan, memang tidaklah mudah. Ada beberapa aspek yang harus dikaji dan di telaah secara mendalam. Namun kita secara sederhana dapat pula melihatnya dari prilaku keseharian masyarakat yang selama ini memegang budaya tersebut.
Bagi urang Sunda, menghormati orang lain yang berada di tatar Sunda adalah suatu kewajiban yang memiliki makna dan nilai-nilai kesalehan sosial. Namun yang terjadi kini justru sebaliknya, perkembangan dan kemajuan teknologi lambat laun telah menyerat manusia pada pola pikir yang serba benda dan menilai sesuatu dari segi materi saja. Dampaknya tidak pelak lagi yakni akan menggusur nilai-nilai solidaritas antar sesama. Persahabatan yang terjalin pun hanya akan dinilai dari takaran materi saja. Mungkin yang kini terjadi adalah seseorang akan dianggap kawan apabila dia memberikan keuntungan lebih secara materi.
Banyak para ahli yang menyebutkan di dunia yang bergerak sangat dinamis ini berlaku ungkapan bahwa” satu-satunya kepastian di dunia ini adalah ketidakpastian dan satu-satunya yang konstan di dunia ini adalah perubuhan.” Dari sinilah kita bisa mengukur bahwa perubahan sering kali membawa manusia pada suatu ujung di mana kita harus meninggalkan kebiasaan-kebiasaan lama menuju ke arah kehidupan yang baru yang terkadang justru membawa kita pada perubahan yang lebih buruk.


Penting VS tidak penting
Bagi orang Sunda dulu, budaya “someah hade ka semah” telah memberikan manfaat yang luar biasa, terutama di dunia pariwisata. Banyak orang dari daerah lain bahkan dari mancanegara yang mengagumi ka someahan orang Sunda. Hal tersebut mendorong mereka untuk berbondong-bondong mengunjungi tatar Sunda.
Namun bagaimana keadaannya sekarang? Ternyata ada sekelumit permasalahan yang terkadang tidak disadari oleh urang Sunda sendiri. Setelah orang lain kapincut dan datang ke tatar Sunda, justru orang Sunda sendiri sering kali malah tersisihkan. Boleh jadi budaya “someah hade ka semah” merupakan titik awal terjadinya pergeseran budaya masyarakat Sunda akibat masuknya budaya orang-orang pendatang.
Selain itu, ada sebuah kenyataan yang menunjukkan bahwa dengan enaknya suasana tatar Sunda dan perilaku urang Sunda yang ramah dan bersahabat telah mendorong masyarakat dari daerah lain untuk berkunjung dan tanpa disadari lama kelamaan malah menetap. Di sinilah kultur keterbukaan orang Sunda memiliki kelemahan. Maka tidak heran kalau jauh-jauh hari muncul ungkapan bahwa “Bandung bakal herin ku tangtung”, Bandung sebagai ibu kota provinsi Jawa Barat padat penduduk.
Mengubah paradigma berpikir
Budaya “someah hade ka semah” sebagai konsep kesalehan sosial bagi orang Sunda patut dipertahankan, namun orang Sunda sendiri harus menyadari bahwa orang Sunda harus mempunyai fondasi budaya yang kuat untuk menjaganya dari pengaruh budaya negatif yang muncul dari para pendatang. Sedangkan bagi para pendatang atau semah harus memiliki kearifan budaya dan berusaha menghormati tuan rumah yang sedang di kunjungi. Dalam konteks ini jangan sampai semah itu sendiri diartikan oleh orang Sunda sebagai orang yang ngahesekeun nu boga imah.
Sebagai cermin, Kota Bandung yang katanya heurin ku tangtung, padat penduduk, telah menjadi pusat migrasi penduduk secara besar-besaran. Karena di sinilah pusat segala kegiatan. Pusat pemerintahan provinsi, pusat pendidikan, dan pusat perekonomian. Maka dari sinilah timbul persoalan, kota menjadi semrawut. Kemacetan terjadi hampir di setiap sudut kota. Bandung tak ubahnya sebuah balon yang ditiup melewati batas toleransinya, sehingga tak heran kalau ada yang khawatir, kota ini sewaktu-waktu bakal meledak. Perumpamaan inilah yang banyak diungkapkan warga masyarakat, termasuk oleh para jurnalis yang sering meliput kondisi kota Bandung.
Jadi kesimpulannya adalah konsep “someah hade ka semah” akan memberikan arti penting, baik bagi orang Sunda sendiri maupun bagi para pendatang, apabila tamu dan tuan rumahnya sendiri bisa saling menghormati, menghargai, saling menjaga dan memberikan kepercayaan dan rasa aman.

Komentar

Lesly Septikasari mengatakan…
di dunia internasional, indonesia terkenal paling ramah. di indonesia, orang sunda yang paling ramah.. jadi orang sunda emang paling hebring di dunia... lho :) mohon ijin mengutip
Sangkakala mengatakan…
mangga neng

Postingan populer dari blog ini

Partai Islam Yes! Partai Islam No!

Bandung dan Hilangnya Pesona Parijs van Java